Bisnis sharing economy terus tumbuh dengan cepat. Ya, sharing economy memang dapat menghemat waktu dan uang, tapi kunci utama yang mampu menjadikannya terus berkembang adalah kepercayaan. Hal inilah yang membuat seseorang bersedia menumpang kendaraan orang lain melalui Uber atau menyewa ruangan di rumah orang asing yang memasang jasanya pada Airbnb. Di sisi lain, kepercayaan jugalah yang menjadi kekhawatiran terbesar dalam menggunakan layanan bisnis sharing economy.
Lalu, bagaimana perusahaan sharing economy besar seperti Uber dan Airbnb mampu mendapatkan kepercayaan pelanggan dan mengolahnya dengan benar?
Membangun pondasi kepercayaan
Ketika baru memulai bisnis, Airbnb menyadari bahwa tugas pertama mereka adalah membangun platform yang mampu melindungi orang-orang sehingga mereka yakin untuk mencoba layanan Airbnb. Berangkat dari asumsi bahwa setiap orang sebenarnya memiliki intensi baik, Airbnb berusaha untuk menghapus adanya bias tentang bahaya orang asing. Untuk mewujudkannya, Airbnb pun menghilangkan segala anonymity, sehingga seluruh host dan guest yang tergabung benar-benar memiliki identitas jelas.
Airbnb menciptakan halaman profil di mana host dan guest dapat meng-upload foto diri mereka, menulis deskripsi tentang diri mereka sendiri, mencantumkan link akun media sosial, dan menyediakan feedback dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Seiring dengan berjalannya waktu, Airbnb terus mengimprovisasi fitur profil tersebut. Sebagai contoh, meng-upload foto profil kini merupakan hal yang wajib dilakukan karena ternyata pada hampir 50% perjalanan, guest selalu mengunjungi halaman profil host-nya terlebih dulu. Sebanyak 20% guest yang baru pertama kali hendak melakukan booking juga turut melakukan hal serupa.
Pertahankan melalui review
Orang-orang yang terbuka untuk mempercayai orang lain biasanya membutuhkan bukti bahwa keputusan mereka tidaklah salah. Airbnb mengakomodasi kebutuhan tersebut melalui fitur reviews. Mereka mengumpulkan reviews dan mengolahnya sebagai salah satu produk data paling penting untuk menjaga sistem reputasi mereka. Sebanyak lebih dari 75% perjalanan memiliki reviews yang ditulis secara sukarela. Hal ini cukup menarik karena sebenarnya reviews tidak terlalu menguntungkan guest, melainkan memberi keuntungan pada host dan guest selanjutnya. Reputasi dari reviews inilah yang mendorong orang untuk melakukan booking.
Tidak hanya itu, sistem reputasi tersebut juga membantu menghilangkan stereotype dan bias yang tanpa sadar memengaruhi keputusan mayoritas orang. Kita cenderung memercayai orang-orang yang “sama” dengan kita, yang disebut oleh ahli sosiologi sebagai homophily. Dalam riset kolaboratif yang dilakukan bersama tim sosial psikologi dari Stanford, Airbnb menemukan bukti adanya hoomophily di kalangan traveller Airbnb, namun riset tersebut juga menunjukkan bahwa reviews positif mampu membantu untuk mengatasi isu homophily tersebut.
Sistem rating yang mudah diterapkan
)
Jika Airbnb mengandalkan reviews untuk membangun reputasi dan kepercayaan, maka Uber memiliki sistem rating untuk mencapai tujuan serupa. Uber selalu meminta supir dan penumpang untuk memberi rating terhadap pengalaman berkendara mereka. Rating inilah yang mampu menjaring pengguna-pengguna berkualitas buruk sehingga Uber dapat menentukan strategi untuk meningkatkan layanannya.
Itulah mengapa Anda mungkin tidak akan menemui supir Uber yang memiliki rating di bawah tiga bintang. Hasilnya, hanya sedikit sekali penumpang yang memiliki pengalaman berkendara tidak menyenangkan dan melayangkan komplain. Di sisi lain, para supir Uber pun dapat bergantung pada sistem rating tersebut untuk menghindarkan diri dari penumpang yang kasar atau tidak sopan. Dengan kata lain, sistem rating yang diterapkan Uber mampu membantu menciptakan kepercayaan dalam diri orang-orang bahwa mereka akan mendapat layanan yang mereka harapkan melalui jasa Uber.
Pembayaran simpel tanpa repot
Kepercayaan yang tinggi terhadap Uber juga membuat orang-orang bersedia memberikan informasi pembayaran mereka, sehingga setiap transaksi yang dilakukan benar-benar berjalan mulus dan simpel. Sejauh ini, tidak pernah ada kekhawatiran bahwa bentuk pembayaran yang diterapkan Uber akan menimbulkan masalah pada detik-detik terakhir. Uber percaya bahwa semakin banyak teknologi yang diadaptasi untuk membuat proses pembayaran berjalan lancar, maka akan semakin banyak orang-orang yang menaruh kepercayaan untuk menggunakan layanan mereka.
Memiliki tujuan serupa, yakni meningkatkan kepercayaan pelanggan, Airbnb pun menerapkan peraturan tertentu dalam sistem pembayaran. Mereka akan menunggu selama 24 jam hingga guest telah melakukan check in sebelum memberikan pembayaran tersebut kepada host. Hal ini akan memberi waktu cukup bagi kedua belah pihak untuk melaporkan pada Airbnb apabila terjadi sesuatu yang tidak beres. Untuk itu, mereka juga telah menyediakan customer support yang dapat diakses selama 24/7 dari zona waktu manapun.
Kepercayaan seseorang tidak akan terus berlangsung hanya karena Anda memiliki produk menakjubkan. Anda juga harus mampu mengelola kepercayaan tersebut agar pelanggan tetap setia menggunakan produk dari hasil bisnis sharing economy Anda. Uber dan Airbnb telah berhasil membuktikan hal tersebut, dan kini saatnya Anda menyusul langkah mereka.
Sumber: Airbnb Nerds, First Round Review