Kami telah melakukan sedikit penyesuaian pada Pemberitahuan Privasi yang akan berlaku efektif pada tanggal 30 Mei 2024. Klik disini untuk meninjau!

Cek disini close
31 Aug

Memanfaatkan Perilaku Webrooming dalam Bisnis Online

Digital Marketing Midtrans

by Digital Marketing Midtrans

view2183Views

webrooming

Fenomena webrooming mulai meningkat seiring dengan berkembangnya teknologi. Webrooming merupakan situasi dimana pelanggan membeli suatu barang di sebuah toko konvensional, setelah sebelumnya melakukan survei pada ranah online. Tidak semua pengunjung website atau akun media sosial suatu toko online untuk melakukan pembelian. Beberapa di antaranya, mungkin termasuk Anda, hanya bertujuan untuk survei sebelum membeli barang serupa di toko konvensional langganan.

Hal tersebut tentu membuat bisnis konvensional yang memiliki toko konvensional kebanjiran pemasukan, tapi bagaimana dengan para pelaku bisnis online? Terlebih, sesuai yang dilansir oleh situs Writepreneur.com, riset dari Merchant Warehouse menunjukkan bahwa 69% pengguna smartphone berusia 18-36 tahun dan 71% yang berusia 37-46 tahun melakukan webrooming. Artinya, toko konvensional mengantongi lebih dari separuh pengunjung toko online.

Dengan kenyataan tersebut, apakah toko online masih dapat bertahan? Jika iya, strategi apa yang harus mereka terapkan agar dapat mendapatkan banyak pembeli?

Alasan orang melakukan webrooming

Ada banyak alasan yang menyebabkan orang-orang melakukan webrooming, namun beberapa yang paling penting bisa Anda lihat di bawah ini:

Shipping

Salah satu alasan terbesar dalam melakukan webrooming adalah tidak adanya kemauan dalam diri orang-orang untuk membayar biaya shipping atau pengiriman. Berdasarkan data yang didapat dari Retailtouchpoints.tumblr.com, sebanyak 47% pelaku webrooming mengaku tidak mau membayar biaya shipping. Ada pula 23% responden yang mengatakan tidak ingin menunggu produk mereka setelah melakukan pembelian.

Kurangnya informasi produk

Tantangan yang kerap dihadapi pelaku bisnis online adalah adanya pengguna internet yang memilih untuk melihat produk mereka dulu sebelum membelinya. Bagi orang-orang tersebut, foto dan deskripsi yang ada kurang cukup untuk memberi pemahaman tentang produk. Beberapa produk bahkan tidak memiliki informasi lengkap, yang akhirnya membuat proses pengambilan keputusan jadi tidak seimbang.

Tidak ada interaksi dengan produk

Riset yang dilakukan Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) pada awal tahun 2014 silam menunjukkan bahwa 38% orang yang berbelanja online dalam enam bulan terakhir mengaku bahwa kurangnya kontak fisik dengan produk menjadi alasan mengapa mereka belum berbelanja lagi. Sedangkan, 42% responden yang belum pernah berbelanja online sama sekali mengaku tidak ingin melakukannya karena harus mencoba produknya terlebih dahulu. Interaksi langsung dengan produk pun menjadi faktor pemicu pelanggan ketika lebih memilih toko konvensional.

Pengembalian dan penukaran

Banyak pelanggan toko online yang harus mengembalikan atau menukarkan produk hasil pembelian mereka karena tidak cocok atau berbeda dari yang ditayangkan online. Proses pengembalian dan penukaran ini dapat merepotkan bagi sebagian orang, sehingga untuk menghindari kemungkinan tersebut, mereka pun lebih memilih untuk berbelanja di toko konvensional.

Hal-hal yang harus dilakukan pelaku bisnis online

Dari penjelasan di atas, sebenarnya pelanggan tidak menutup diri terhadap aktivitas belanja online. Anda masih bisa memanfaatkan potensi tersebut melalui pengalaman berinteraksi dengan produk. Terdengar tricky? Tidak juga. Meski tidak dapat menghadirkan produk secara nyata, Anda sebagai pelaku bisnis online masih bisa memanfaatkan bantuan teknologi melalui fotografi untuk menciptakan produk yang “nyata” pada benak pelanggan.

Foto beresolusi tinggi

Sebenarnya, Anda bisa melakukan sendiri pengambilan foto produk-produk Anda. Tentu dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa menghasilkan foto-foto yang berkualitas tinggi. Sambil belajar, tidak ada salahnya untuk meng-hire fotografer profesional demi menghasilkan foto produk berkualitas dan beresolusi tinggi. Umumnya, foto produk pada website memiliki ukuran standar 640x640 piksel atau hingga 800x800 piksel.

Sediakan fitur zooming

Karena calon pembeli tidak dapat menyentuh produk, pastikan mereka dapat melihat setiap detail dari produk yang Anda jual. Di sinilah fitur zooming akan sangat membantu Anda. Dengan begitu, mereka dapat memperbesar tampilan pada bagian-bagian tertentu produk Anda.

Varian foto berbagai sudut

Mayoritas toko online biasanya hanya menampilkan foto produk bagian depan pada website atau akun media sosial. Mereka seolah lupa bahwa calon pembeli tidak dapat menyentuh langsung produk tersebut untuk melakukan penilaian. Oleh sebab itu, sediakan varian foto dari berbagai sudut untuk menunjukkan tampilan fisik produk yang dijual. Jangan lupa untuk selalu menerapkan fitur zooming pada setiap varian foto tersebut.


Webrooming memang dapat menjadi kekuatan toko konvensional untuk membuat website sendiri yang menampilkan informasi produk sehingga jumlah pembeli mereka meningkat. Meski begitu, bukan berarti pelaku bisnis online harus pasrah dengan keadaan tersebut. Selain menyajikan informasi produk yang sangat jelas, Anda bisa menerapkan berbagai strategi seperti free shipping untuk pembelian produk tertentu atau memberikan diskon. Inilah saatnya Anda menunjukkan kebolehan dalam menelurkan inovasi-inovasi strategi digital marketing.

Semoga bermanfaat!

Sumber: Retail Touch Points, Nirzon, Writepreneurs