Sebagus apa pun kualitas produk Anda, akan percuma apabila produk tidak sampai ke tangan pelanggan. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi komunikasi yang bagus agar target audiens merasa tertarik untuk membeli dan mencoba produk Anda, baik itu berupa barang atau jasa. Nah, salah satu strategi komunikasi yang paling ampuh untuk menarik pembeli adalah storytelling.
Setiap produk pasti memiliki cerita di baliknya. Tugas Anda adalah menyampaikan cerita tersebut sebaik mungkin. Di sinilah teknik storytelling yang tepat sangat dibutuhkan. Pertanyaannya adalah bagaimana cara melakukannya?
Bangun 5 komponen penting cerita Anda
Dilansir Wordstream.com, John Bates, seorang ahli public speaking asal Amerika Serikat, menjelaskan ada lima komponen penting yang harus selalu ada dalam storytelling, yakni circumstance (keadaan), curiosity (rasa penasaran), characters (karakter), conversations (percakapan), dan conflict (konflik atau masalah).
Sebelum menyampaikan cerita produk kepada target audiens, Anda tentu harus terlebih dahulu merancang cerita yang hendak disampaikan. Mulailah dengan menjabarkan circumstance ceritanya. Berikan informasi-informasi penting untuk menyediakan konteks pada target audiens. Lalu, gunakan komponen curiosity untuk membuat target audiens merasa penasaran dan akhirnya menginginkan lebih.
Komponen characters dan conversations lalu akan bekerja secara bersamaan. Tanpa adanya tokoh yang mengucapkan dialog, kemungkinan besar target audiens akan merasa bosan. Nah, di tengah semua ini, conflictlah yang akan membuat cerita produk Anda lebih menarik dan relatable dengan target audiens.
Libatkan komponen visual, audio, dan kinestetik
Idealnya, Anda melibatkan sebanyak mungkin indera tubuh ke dalam storytelling. Dengan begitu, target audiens akan menjadi partisipan yang lebih aktif. Situs Entrepreneur.com menyarankan untuk melibatkan komponen visual, audio, dan kinestetik. Perpaduan komponen tersebut akan membuat target audiens “masuk” ke dalam suatu keadaan atau pengalaman yang Anda ingin mereka rasakan dengan lebih mudah. Jadi, untuk merangsang indera dan pikiran target audiens, Anda bisa melakukan hal-hal seperti mendeskripsikan tragedi yang menggugah perasaan, memberikan gambar lucu, atau menayangkan video behind the scene pembuatan produk.
Beri kejutan atau twist menarik
Pada dasarnya, manusia berpikir menggunakan pola. Saat menerima informasi baru, kita akan secara otomatis memprosesnya dengan menerapkan pemahaman selogis mungkin. Nah, ketika informasi hadir dalam jumlah yang banyak, seperti dalam cerita Anda, pada satu titik otak manusia pasti akan membutuhkan break, atau dalam kasus ini sesuatu yang tidak disangka-sangka. Karena itu, agar storytelling Anda tidak jadi monoton, Anda juga butuh memberikan yang namanya twist atau kejutan.
Pengertian inilah alasan mengapa film-film seperti Gone Girl (2014) atau Orphan (2009) mampu menarik perhatian penonton. Twist yang terdapat dalam ending cerita menciptakan sebuah break pada pola pikir penonton. Namun perlu dicatat juga, twist tak harus selalu diletakkan pada bagian akhir. Anda juga bisa membuka cerita Anda dengan statement yang membuat audiens tak punya pilihan lain tapi untuk memperhatikan Anda.
Paparkan kisah yang relatable dengan audiens
Tujuan Anda melakukan storytelling memang untuk mempromosikan produk atau bisnis. Wajar apabila Anda ingin menyampaikan hal-hal hebat dan membanggakan terkait produk Anda. Namun, pada kenyataannya, target audiens tidak benar-benar peduli tentang betapa hebat dan betapa unggulnya produk Anda. Mereka lebih tertarik dengan hal-hal yang berhubungan langsung dengan diri mereka sendiri. Karena itulah cerita-cerita yang berhubungan dengan hal-hal seperti kesulitan dan perjuangan hidup, atau hal-hal yang relatable dan banyak dialami orang, menarik bagi banyak audiens.
Nah dengan menceritakan hal-hal yang relatable untuk audiens, Anda jadi dapat lebih terhubung dengan audiens. Terlebih dari itu, audiens juga akan merasa bahwa Anda berada pada sisi yang sama dengan mereka.
Last but definitely not least, teruslah berlatih agar dapat menjadi storyteller yang baik. Anda bisa berlatih di depan teman atau keluarga untuk meminta feedback. Semakin tinggi jam terbang, semakin baik pula kemampuan storytelling Anda.
Sumber: WordStream, Entrepreneur